Bagi Anda yang pernah menyaksikan film
"Habibie-Ainun", tentu tidak asing dengan quote Ainun tersebut. Film
yang berhasil menyedot 2,7 jutaan penonton ini sepertinya berhasil
memenuhi ekspektasi masyarakat akan kisah cinta yang menjadi teladan.
Tidak hanya menyajikan romantika cinta sepasang anak manusia, film ini
sarat dengan nilai-nilai moral dan nasionalisme. Khususnya untuk para
istri, bolehlah cukup berbangga hati. Dalam film ini terbukti bahwa di
balik kesuksesan laki-laki ada dukungan dari perempuan yang hebat.
Sejalan dengan pepatah Cina yang mengungkapkan, "laki-laki adalah kepala
keluarga, sementara perempuan adalah leher yang menopang kepala
tersebut".
Hasri Ainun Besari terlahir dan dididik
di lingkungan keluarga yang mencintai pendidikan. Ia menyelesaikan
pendidikan dasarnya di Bandung, kemudian melanjutkan pendidikan di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Rudy Habibie, kakak kelas
Ainun saat di SLTA, begitu berkesempatan pulang ke Bandung di tengah
masa studinya di Jerman, terpesona Si Gula Jawa yang tumbuh menjadi Gula
Pasir yang putih manis. Iklim sejuk di Bandung rupanya menumbuhsuburkan
bibit cinta di antara mereka. Habibie pun mempersunting Ainun pada
tanggal 12 Mei 1962.
Ainun merupakan pendamping Habibie dalam
segala hal. Ia menjadi dokter pribadi yang menyiapkan menu makanan dan
mengingatkan Habibie untuk beristirahat dan minum obat. Ia manajer yang
mengingatkan jadwal harian Habibie. Ia menjadi penasihat yang
menenangkan Habibie dalam kondisi gawat sekalipun saat Habibie menjadi
Presiden RI ketiga. Ia juga menjadi Ibu Negara yang memiliki kepedulian
besar dalam kegiatan sosial. Ia terlibat aktif dalam yayasan-yayasan
kepedulian pada tunanetra, seperti Bank Mata, Perkumpulan Penyantun Mata
Tunanetra Indonesia (PPMTI). Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
Ainun mendirikan Yayasan Beasiswa Orbit (Yayasan amal abadi-orang tua
bimbingan terpadu) dengan cabang di seluruh Indonesia. Ia juga yang
memprakarsai penerbitan majalah teknologi anak-anak "Orbit". Atas
dedikasinya kepada bangsa Indonesia, Ainun mendapatkan penghargaan
Bintang Mahaputra Adipurna, Bintang Mahaputera Utama, serta Bintang
Mahaputra Adipradana dari Pemerintah.
Secara pribadi, Ainun merupakan sosok
yang religius. Bersama Sang Suami, semasa hidupnya ia rutin melaksanakan
puasa sunnah Senin Kamis. Ia melewatkan malam-malamnya dengan shalat
malam dan membaca Al-Quran. Menurut suatu sumber, ia bahkan menamatkan
membaca Al-Quran dua kali dalam satu bulan. Melihat pribadi Ainun yang
begitu menawan, tak heran cinta Habibie kepada Ainun menjadi kisah yang
indah untuk dikenang.
Iklim sejuk di Bandung ternyata tidak
hanya menumbuhkan kisah cinta Habibie-Ainun. Sang Gubernur Jawa Barat,
Ahmad Heryawan, juga memiliki kisah yang tidak kalah manis. Ahmad
Heryawan dan Netty Prasetyani saling mengenal sejak masih sama-sama
kuliah. Netty semester 7, Heryawan semester akhir. Keduanya sama-sama
aktivis dalam kegiatan rohani Islam di kampus. Kesamaan visi dan
kecocokan profil yang diinginkan oleh masing-masing membuat Heryawan
akhirnya memilih Netty. Berbeda halnya dengan anak muda zaman sekarang
yang melakukan penjajakan lewat pacaran, Heryawan-Netty saling mengenal
lewat perantara mak comblang. Setelah saling mengenal sejak November
1990, pada tanggal 13 Januari 1991 keduanya akhirnya menikah.
Setelah Ahmad Heryawan menjadi orang
nomor satu di Jawa Barat dengan segudang prestasi, Netty tidak lantas
menjadi ibu-ibu sosialita yang gemar belanja dan foya-foya. Netty
menyokong keberhasilan pembangunan di Jawa Barat secara aktif sebagai
pelopor pemberdayaan perempuan dan anak. Dengan jumlah penduduk
perempuan Jawa Barat yang mencapai setengahnya dari laki-laki (BPS,
2010), peran perempuan ternyata dapat mencakup lebih dari separuh ruang
lingkup urusan di dunia, baik dia sebagai anak, saudara perempuan,
istri, maupun sebagai ibu. Maka tidak berlebihan sekiranya dikatakan
bahwa apabila perempuan berdaya, masyarakat akan sejahtera.
Atas dedikasinya terhadap kemajuan Jawa
Barat, Netty yang juga merupakan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Jawa Barat ini dinobatkan
sebagai "Ibu Jawa Barat" oleh Aliansi Dewi Sartika Provinsi Jabar. Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di bawah
kepemimpinannya berupaya mencegah dan menghapus tindakan kekerasan
terhadap perempuan dan anak-anak. Sejak didirikan pada bulan Maret 2010,
P2TP2A telah menangani 215 kasus, terdiri dari 159 kasus human
trafficking, 33 kasus kekerasan dalam rumah tangga, 9 kasus pelecehan
seksual, dan sisanya kasus penculikan anak dan perempuan terlantar.
Di tengah aktivitasnya yang begitu
padat, Netty tidak melupakan perannya sebagai seorang ibu dan istri.
Berikut ini kultwit-nya mengenai pengalamannya membangun keluarga yang
sekarang sudah memasuki usia 22 tahun:
Pernikahan yang kami bangun berdiri di
atas visi bahwa pernikahan yang dilakukan berdimensi dunia dan akhirat.
Artinya, pasangan (suami/istri) di dunia harus menjadi pasangan
(suami/istri) di akhirat/kehidupan setelah kematian kelak. Dengan
prinsip itu, kami berpikir bahwa tidak boleh ada masalah besar apalagi
masalah kecil yang mampu memporakporandakan keluarga kami. Apakah tidak
pernah ada masalah? Pasti ada, hanya kita punya kesepakatan bahwa satu
sama lain harus berusaha menyelesaikan masalah. Caranya, apapun
masalahnya serta siapapun yang memulai, masing-masing harus proaktif
mengakhiri dengan cara saling berlomba menyapa lebih dulu. Jadi, tidak
ada yang pernah kuat berlama-lama mendiamkan/bermusuhan apalagi
dituntaskan sampai 3 hari sebagaimana yang dibolehkan.
Suami saya berprinsip bahwa menikah
bukan untuk membuat istri sengsara, sedih, tertekan, dan sebagainya.
Justru berniat ingin membahagiakan. Akhirnya, pola relasi yang dibangun
adalah kemitraan atau ta'awun (prinsip saling tolong-menolong)
sebagaimana yang disebut di dalam Al-Quran. Oleh karena itu, kelancaran
komunikasi selalu dibangun. Tidak boleh ada hambatan berkomunikasi
antara suami-istri. Ehem, makanya tidak pernah berlalu satu haripun,
kecuali ungkapan "I love you" dari mulut masing-masing baik dari saya
maupun suami.
Ada fleksibilitas dalam membagi peran di
rumah. Tatkala tidak ada yang membantu saya mengerjakan pekerjaan RT,
suami turun tangan. Setiap pulang beraktivitas/mengajar malam hari,
suami mencucikan pakaian kami sekeluarga. Esok hari, saya tinggal
menjemurnya. Ketika saya sakit atau sibuk menyiapkan keperluan anak-anak
bersekolah, suami langsung mengantri bersama ibu-ibu di tukang sayur
untuk berbelanja. Suami juga terbiasa memandikan dan menyuapi anak-anak
di pagi hari. Anak-anak suka disuapi bapaknya karena potongan lauknya
besar.
Setiap kali saya melahirkan, suami saya
dengan setia mendampingi di sisi, baik mengusap saat kontraksi atau
membesarkan hati. Suami berpendapat bahwa mendampingi istri saat
mlahirkan akan menambah rasa cinta dan hormat kepada istri dan kaum
perempuan lainnya. Termasuk dalam mengasuh dan membesarkan anak, saya
dan suami biasa berbagi tugas. Jika saya sibuk, suami yang kontak dan
memantau anak-anak.
Sebagai bapak, suami punya prinsip yang
sangat melegakan bahwa anak terus tumbuh dan berkembang. Jangan pernah
underestimate terhadap anak. Anak-anak tak pernah dibebani dengan
prestasi akademis lewat urutan ranking. Jika ambil rapor yang ditanya
bagaimana akhlak anak di sekolah. Prinsip kami dalam membesarkan dan
mendidik anak dengan 3 pendekatan: otoritatif, demokratis, dan edukatif.
Otoritatif: sesekali kami gunakan otoritas sebagai orang tua tapi tidak
semua urusan harus diselesaikan dengan gaya atasan-bawahan. Demokratis:
sesekali kami berikan kebebasan kepada anak untuk menentukan
pilihan-pilihannya secara sadar dan bertanggungjawab. Tapi perlu juga
pendekatan edukatif; kami harus memberikan penjelasan, pengertian, dan
alasan mengapa ini boleh, itu tdk boleh, dan lain-lain. Jadi, tradisi
berdiskusi, berdialog, sudah terbangun diantara anggota keluarga, suami,
istri, orang tua dan anak sejak dini. Sebagai contoh, si sulung
memutuskan masuk IPS (waktu SMA), bapaknya tidak setuju, ia menjelaskan
dengan detil alasannya, akhirnya kami menerima.
Dengan nilai-nilai (agama) yang
ditanamkan, anak-anak pun tumbuh menjadi anak-anak yang sederhana,
mandiri, dan terlibat dalam kegiatan orang tuanya. Saya dan suami
belajar dari karakter anak-anak yang satu sama lain berbeda, yang laki
dan perempuan, yang sulung, tengah, dan bungsu. Anak-anak tidak pernah
memaksa untuk dibelikan sesuatu karena tuntutan status atau lingkungan
pergaulan. Mereka menerima uang saku sesuai kesepakatan. Jika diberikan
lebih, mereka menolak. Setiap kali diberi tambahan oleh si bapak,
anak-anak bertanya apakah asal uang tersebut halal?
Suami sangat mendukung aktualisasi diri
untuk saya, istrinya sehingga sampai hari ini saya didorong untuk
menyelesaikan studi S3. Saya dan suami saling belajar, suami tak sungkan
bertanya dan meminta pendapat karena yang terpenting satu sama lain
saling menghormati. Begitulah selama ini perjalanan keluarga kami, tak
ada yang istimewa namun semua kami jalani dengan satu harapan terindah.
Yaitu, berkumpulnya kembali saya, suami, dan anak-anak sebagai satu
keluarga utuh di akhirat kelak. Masih banyak sebenarnya sisi-sisi lain
dari bangunan keluarga kami, insya Allah akan saya sambung dengan topik
yang berbeda. Sebagai introduksi saja, si sulung sekarang menimba ilmu
di Fisip UI jurusan Ilmu Politik, yang kedua di ITB Jurusan SBM, adiknya
di SMA 3. Yang lainnya, di SMP dan SD Mutiara Bunda. Hatur nuhun sudah
menyimak. Mohon nasihat dan masukan untuk keharmonisan yang lebih indah.
Masih banyak pasangan/ortu yang senior/sepuh, harmonis, dan berhasil
mendidik anak, kami masih harus terus belajar. Terima kasih.
Melihat kehidupan keluarga Sang Gubernur
yang harmonis, tentunya masyarakat Jawa Barat harus merasa iri.
Harapannya keharmonisan tersebut tidak hanya dirasakan oleh Pak Aher,
Ibu Netty, dan keenam putra-putrinya saja, tetapi menular dan menyebar
secara luas kepada masyarakat Jawa Barat. Semoga saja pemimpin Jawa
Barat ke depan merupakan pemimpin yang dapat mewujudkan kehidupan
masyarakat yang silih asih, silih asah, dan silih asuh, seperti Ahmad
Heryawan!
(Aisyah Pertiwi - Kompasiana)
0 komentar:
Post a Comment