Friday 21 March 2014

Peta Politik di Media Sosial, Pertarungan Jokowi Effect dan Anis Matta Effect?

Pemungutan suara pemilu legistatif 2014 tinggal 19 hari lagi. Semua partai politik (parpol) saat ini menggencarkan kampanye menarik simpati masyarakat untuk menjatuhkan pilihan suaranya pada 9 April 2014 nanti. Segala upaya dilancarkan parpol untuk mempromosikan daya tarik dan citranya baik melalui media mainstream maupun media sosial.

Masa kampanye terbuka yang sedang berjalan 5 hari ini diyakini parpol mampu menaikkan elektabilitas mereka. Strategi kampanye yang diterapkan parpol dan dampak kampanye di dunia nyata ikut berpengaruh pada pemberitaan media dan perbincangan warga di media sosial. Parpol yang mendapat pemberitaan di media akan menaikkan jumlah perbincangan di media sosial. Namun meskipun parpol tidak mendapat pemberitaan di media mainstream, bila ada upaya masif dan militan menyebarkan berita dan perbincangan seara online akan turut menaikkan perbincangan di media sosial


 
Fenomena pertarungan parpol di media sosial sudah dilancarkan sejak lama, namun mencapai puncaknya di masa kampanye ini. Melalui situs politicawave.com yang menganalisis topik perbincangan politik dari media sosial, diperoleh data menarik untuk dijadikan diskusi baik oleh para pemilih, kader parpol maupun pimpinan parpol. Politicawave melacak dan menganalisis perbincangan tentang topic parpol bahkan sampai pada tingkat wilayah per propinsi. Hasilnya, politicawave bisa menyajikan posisi parpol dalam perbincangan media sosial di masing-masing provinsi. Silahkan Anda klik area provinsi yang ada di kotak “Maps” di politicawave.com. Anda bisa mendapatkan angka prosentase masing-masing parpol yang menjadi atribut di area propvinsi tersebut yang menunjukkan seberapa sering mereka menjadi bahan perbincangan.

Penulis akan menampilkan data hasil olahan parpol yang menduduki tiga besar di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia. Data perolehan parpol berupa prosentase perbincangan yang dibagi menjadi empat region besar yaitu 1) Pulau Sumatera, 2) Pulau Jawa, 3) Pulau Kalimantan dan Sulawesi, 4) Pulau Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua, Bali, NTB dan NTT.

Region pertama, Pulau Sumatera, menempatkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai parpol terbanyak diperbincangkan netizen. Kemudian Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menempati posisi kedua di semua provinsi kecuali di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat PKS justru unggul atas PDIP dalam perolehan prosesntase tertinggi perbincangan di media sosial. Kehadiran partai baru Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ternyata mampu menjadi jawara di Aceh. Kemudian Partai Demokrat di sebagian provinsi maksimal menempati peringkat ketiga. Partai Golkar juga muncul di peringkat ketiga di Provinsi Sumatera Barat, sedangkan Gerindra juga menempati tempat ketiga di Provinsi Lampung.

Kita beralih ke Pulau Jawa, dimana suara dan kursi terbanyak berasal dari Region ini. PDIP tetap menjadi partai dengan prosentase terbesar diperbincangkan di media sosial oleh netizen. Peringkat kedua, PKS tetap menguntit PDIP di semua provinsi di Jawa. Tak ada provinsi yang dimenangkan PKS di Pulau Jawa. Peringkat ketiga dihuni oleh Partai Demokrat, sedangkan Golkar juga muncul di Provinsi Banten diurutan ketiga.


Di Region ketiga, yakni Pulau Kalimantan dan Sumatera, posisi pertama tetap dipegang PDIP dan PKS rapat mengikuti dibawahnya. Di semua provinsi PDIP unggul atas partai lain dan hal perbincangan di media sosial. Hal yang unik terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah dimana posisi kedua justru ditempati oleh Partai Kebangkita Bangsa (PKB) sedangkan PKS terlempar dari posisi tiga besar di provinsi ini. Di Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara, Golkar mampu menempatkan diri di posisi ketiga dan kedua. Sementara Partai Demokrat umumnya bercokol di posisi ketiga kecuali di Provinsi Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggara dimana mampu bertengger di peringkat kedua.

Region terakhir yaitu Pulau Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara juga menempatkan PDIP sebagai parpol terbanyak diperbincangkan di media sosial. Di Region ini PKS juga mampu unggul atas PDIP di dua provinsi yaitu Maluku Utara dan Nusa Tenggara Barat. Yang cukup mengejutkan, sebagai partai berbasis massa Islam, PKS mampu menempatkan diri di posisi pertama dan kedua di semua provinsi di region ini.

Secara umum PDIP dan PKS menjadi partai juara di media sosial. PDIP dalam beberapa hari terakhir sangat populer sejak deklarasi Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (Capres). Banyak kalangan merespon pencapresan Jokowi sehingga menaikkan popularitas PDIP sebagai parpol asal Jokowi. Pemberitaan Jokowi yang masif di media mainstream membuat pengguna media sosial secara cepat menyebarkan berita terkait Jokowi ke berbagai saluran media sosial. Jokowi effect penulis yakini sagat berpengaruh dalam meningkatkan jumlah perbincangan tentang topic PDIP di dunia maya.

Bagaimana dengan PKS? Partai yang jarang beriklan di media mainstream ini sangat “ngotot” memainkan perang di media sosial. Aksi memutihkan Gelora Bung Karno (GBK) pada kampanye perdana PKS pada 16 Maret 2014 diduga memberi kontribusi bagi pendukung PKS untuk membuat topik tentang PKS dan menyebarluaskannya di media sosial. Orasi dan aksi Presiden PKS, Anis Matta di panggung sangat mungkin menjadi topik yang banyak di-share oleh pendukung PKS. Bila PDIP memiliki Ksenjata Jokowi Effect, mungkin PKS memakai Anis Matta untuk bersaing. PKS memang tidak mampu menguasi opini di media mainstream seperti Jokowi dan PDIP, tapi cukup efektif memanfaatkan media sosial dalam “berkampanye”. Hasilnya, seperti yang dirilis oleh politicawawe dalam bentuk garfik yang penulis sajikan diatas.

Bahkan PKS mampu mengungguli PDIP menurut analisa Mesin Awesometrics. Republika online merilis berita berjudul PKS ‘Putihkan’ Media Sosial. Republika menyebutkan :

“Peneliti Awesometrics Ridho Rahman mengatakan di Facebook dan Twitter penyebutan ‘Partai Keadilan Sejahtera’ dengan jargon utama “PKSM3NANG” mendominasi media sosial pada Ahad (16/3). Mesin Awesometrics menghitung perolehan PKS sebanyak 63.542 kali penyebutan di dua ranah media sosial ini. Pesaing terdekatnya, PDI Perjuangan hanya meraih 10.315 dan Partai Golkar mengantongi 8.202 percakapan,” kata Ridho dalam siaran persnya kepada Republika, Rabu (19/3).
Media sosial saat ini menjadi penyeimbang bagi media massa yang mendominasi isu pemberitaan yang muncul di mayarakat seperi TV, Koran, Majalah, Radio dan Tabloid. Media sosial mampu menjadi penyeimbang isu negatif bagi kelompok atau topik perbincangan yang santer di media konvensional. Mengutip pernyataan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Atma Jayakarta, Alois A Nugroho yang dimuat di Harian Kompas 7 Februari 2013, di halaman dua, mengungkapkan bahwa untuk mengimbangi tirani informasi yang muncul menjelang dan selama pelaksanaan pemilu 2014, masyarakat diminta menggunakan media sosial sebagai alat penyebaran informasi pembanding.

“Bisa dikatakan informasi di media sosial bisa dipakai untuk mengimbangi pemberitaan media massa.” Kata Alois. Dia menambahkan, komunikasi lewat media sosial juga bisa menghimpun gerakan civil society dalam isu tertentu.

“Tapi harus diingat, gerakan melalui media sosial hanya bisa efektif jika diikuti dengan gerakan offline.” Ungkapnya.

Semua parpol perlu melihat fenomena sosial yang ada di media sosial untuk berkaca diri dan mengatur strategi, Tak semua kejadian buruk yang menimpa parpol akan serta merta menjatuhkan parpol itu dalam seketika. Sangat menarik untuk terus mengikuti perkembangan parpol khususnya di media sosial. Tentunya hasil puncaknya adalah tanggal 9 April 2014 sebagai ajang pembuktian keampuhan strategi masing-masing parpol.




0 komentar:

Post a Comment